Senin, 02 April 2012

Malaikat menurut perspektif AlQuran

Nanda Perdana Putra              4715092430
JIAI IPI’09                              FIS                       UNJ
Malaikat menurut perspektif AlQuran
Pendahuluan
            Al Quran merupakan Firman Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril. Dewasa kini, perbedaan mengenai cara pandang memahami Al Quran malah menjadi bumbu perpecahan di kalangan umat islam. Penafsiran tekstual dan kontekstual tidak dapat sejalan dikarenakan ketidakpuasan sepihak. Hakikat Malaikat pun menjadi sorotan utama dikarenakan adanya pendapat bahwasannya Al Quran merupakan karangan nabi Muhammad.
Cara pandang dalam memahami dan menafsirkan Al Quran merupakan sebab utama yang membuat perbedaan dalam memahami hakikat dari Malaikat. Penafsiran tekstual dan kontekstual mengenai ayat-ayat Al Quran yang berkaitan dengan Malaikat mestinya dapat beriringan demi menghadapi perkembangan zaman. Berdasarkan hal tersebut maka penulis mengangkat judul Malaikat menurut perspektif Al Quran dengan harapan dapat lebih menyelaraskan pendapat-pendapat yang berbeda seputar Malaikat.
Pembahasan
A. Pengertian Malaikat
            Secara etimologis, kata malaikah dalam penggunaannya pada bahasa Indonesia, biasanya dianggap berbentuk tunggal, sama dengan kata ulama. Dalam bahasa Arab, -dilihat dari asal katanya-keduanya berbentuk jamak, dari kata malak untuk malaikat dan ‘alim untuk ulama. Ada ulama yang berpendapat bahwa kata malak terambil dari kata alaka-ma’lakah yang berarti mengutus. Malaikat adalah utusan-utusan Allah SWT, untuk berbagai fungsi. Ada juga yang berpendapat bahwa kata malak terambil dari kata la’aka yang berarti menyampaikan sesuatu. Malak atau Malaikat adalah makhluk yang menyampaikan sesuatu dari Allah SWT. Allah SWT berfirman:
ßôJptø:$# ¬! ̍ÏÛ$sù ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur È@Ïã%y` Ïps3Í´¯»n=yJø9$# ¸xßâ þÍ<'ré& 7pysÏZô_r& 4oY÷V¨B y]»n=èOur yì»t/âur 4 ߃Ìtƒ Îû È,ù=sƒø:$# $tB âä!$t±o 4 ¨bÎ) ©!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« ֍ƒÏs% ÇÊÈ  
“Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, yang menjadikan Malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. Al-Faathir: 1)
ãAÍit\ムsps3Í´¯»n=yJø9$# Çyr9$$Î/ ô`ÏB ¾Ín̍øBr& 4n?tã `tB âä!$t±o ô`ÏB ÿ¾ÍnÏŠ$t6Ïã ÷br& (#ÿrâÉRr& ¼çm¯Rr& Iw tm»s9Î) HwÎ) O$tRr& Èbqà)¨?$$sù ÇËÈ  
“Dia menurunkan Para Malaikat dengan (membawa) wahyu dengan perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya, Yaitu: "Peringatkanlah olehmu sekalian, bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, Maka hendaklah kamu bertakwa kepada-Ku.” (QS An-Nahl: 2)
            Secara terminologis, mayoritas ulama mengatakan bahwa malaikat adalah makhluk gaib yang diciptakan Allah SWT dari cahaya, mereka taat dan patuh terhadap apa yang diperintahkan Allah SWT dan selalu mengerjakan perintah tersebut. Allah SWT berfirman:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydߊqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pköŽn=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâŸxÏî ׊#yÏ© žw tbqÝÁ÷ètƒ ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtƒur $tB tbrâsD÷sムÇÏÈ  
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (QS At-Tahrim: 6)
Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Malaikat diciptakan dari cahaya, dan jin diciptakan dari nyala api ….” (HR. Muslim no. 60)
Dalam memahami pengertian malaikat, cendikiawan muslim memiliki pendapat yang berbeda. Diantaranya mengenai penciptaan malaikat yang berasal dari cahaya. Menurut Dr. Andi Hadiyanto dosen JIAI FIS UNJ, cahaya yang dimaksud adalah cahaya murni. Terdapat dua jenis cahaya yakni cahaya murni dan cahaya pantulan. Cahaya pantulan merupakan refleksi dari cahaya murni yang hasil dari refleksi tersebut adalah segala hal yang semu (kekayaan, jabatan, keelokan, dsb). Cahaya pantulan merupakan unsur dari Iblis. Unsur alam yang murni merupakan unsur malaikat. Hal tersebut dapat membuat kita merasakan tuhan dan “membaca” ayat-ayat tuhan. Artinya, malaikat adalah energi metafisik yang ditangkap manusia, yang dapat membuat manusia merasakan tanda-tanda tuhan.
Menurut Muhammad Abduh, ia menegaskan bahwa, “malaikat adalah makhluk-makhluk gaib yang tidak dapat diketahui hakikatnya, namun harus dipercaya wujudnya.” Syekh Muhammad Abduh mengemukakan suatu pendapat yang kontroversial pula, bahwa tidak mustahil, tidak juga ada keberatan dalam agama, dan hal tersebut cukup rasional, untuk memahami apa yang dimaksud dengan malaikat adalah sebagai  hukum-hukum alam. Muhammad Abduh menafsirkan firman Allah SWT QS. An-Nazi’at: 1-5,
ÏM»tãÌ»¨Y9$#ur $]%öxî ÇÊÈ   ÏM»sÜϱ»¨Z9$#ur $VÜô±nS ÇËÈ   ÏM»ysÎ7»¡¡9$#ur $[sö7y ÇÌÈ   ÏM»s)Î7»¡¡9$$sù $Z)ö7y ÇÍÈ   ÏNºtÎn/yßJø9$$sù #XöDr& ÇÎÈ  
“1. Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras, 2. Dan (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah-lembut, 3. Dan (malaikat-malaikat) yang turun dari langit dengan cepat, 4. Dan (malaikat-malaikat) yang mendahului dengan kencang, 5. Dan (malaikat-malaikat) yang mengatur urusan (dunia)”. (Dalam ayat 1 s/d 5 Allah bersumpah dengan malaikat-malaikat yang bermacam-macam sifat dan urusannya, bahwa manusia akan dibangkitkan pada hari kiamat. sebahagian ahli tafsir berpendapat, bahwa dalam ayat-ayat itu Allah bersumpah dengan bintang-bintang.)
Malaikat menurut Muhammad Abduh disebutkan sebagai Fal mudab-birati amra. yakni Malaikat mempunyai tugas sebagai yang mengatur segala urusan dunia. Hal ini merupakan peranan hukum-hukum alam, sehingga tidak ada salahnya memahami malaikat atau memahami dampak dari peranannya yang dipahami manusia sebagai hukum-hukum alam.
B. Wujud Malaikat
            Wujud hakikat malaikat masih menjadi perdebatan para ulama sampai sekarang. Mayoritas ulama berpendapat bahwa malaikat adalah dzat makhluk gaib yang diciptakan Allah SWT dari cahaya yang dapat berbentuk dengan aneka bentuk, taat, mematuhi perintah Allah SWT dan sedikit pun tidak pernah membangkang dari-Nya. Allah SWT berfirman:
ßôJptø:$# ¬! ̍ÏÛ$sù ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur È@Ïã%y` Ïps3Í´¯»n=yJø9$# ¸xßâ þÍ<'ré& 7pysÏZô_r& 4oY÷V¨B y]»n=èOur yì»t/âur 4 ߃Ìtƒ Îû È,ù=sƒø:$# $tB âä!$t±o 4 ¨bÎ) ©!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« ֍ƒÏs% ÇÊÈ  
“Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, yang menjadikan Malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. Al-Faathir: 1)
öqs9ur #ts? øŒÎ) ®ûuqtGtƒ tûïÏ%©!$# (#rãxÿŸ2   èps3Í´¯»n=yJø9$# šcqç/ÎŽôØo öNßgydqã_ãr öNèdt»t/÷Šr&ur (#qè%rèŒur šU#xtã È,ƒÍyÛø9$# ÇÎÉÈ  
“Kalau kamu melihat ketika Para Malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka (dan berkata): "Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar", (tentulah kamu akan merasa ngeri)”. (QS. Al-Anfal: 50)
            Menurut pendapat mayoritas ulama, ayat diatas merupakan bukti yang menyatakan bahwa para malaikat memiliki dzat (berjasad). Dinyatakan bahwa Allah menyebutkan para malaikat memiliki sayap, yang masing-masing malaikat ada yang diberi dua.tiga, dan empat. Para ulama beranggapan tidak mungkin sesuatu yang memiliki sayap tidak memiliki dzat (berjasad).
Kata ajnihah adalah bentuk jamak dari kata janah yakni sayap. Bagi burung misalnya, sayap adalah bagaikan tangan bagi manusia. Kata ini dapat dipahami dalam arti hakikat, yakni memang makhluk ini memiliki sayap walau kita tidak mengetahui persis bagaimana bentuknya, bisa juga ia dipahami dalam arti potensi yang menjadikan ia mampu berpindah dengan sangat mudah dari satu tempat ke tempat yang lain. Thabathaba’i menegaskan bahwa inilah yang dimaksud oleh kata tersebut di dalam ayat di atas.
Penafsiran thabatthaba’i membawa kita kepada pemahaman bahwa malaikat bukanlah dzat yang benar-benar memiliki sayap. Tetapi pengertian malaikat disini adalah dzat transendental, merupakan kekuatan spiritual yang maha dahsyat yang inheren dan berkembang dalam diri seseorang. Pengertian sayap dalam ayat tersebut adalah kemampuan presepsi moral seseorang yang menjadi sedemikian tinggi sehingga identik dengan hukum moral, yang karena hal tersebutlah orang lain dapat dengan mudah menerima presepsi moral tersebut. Presepsi moral orang tersebut dapat berpindah dengan cepat dan berpengaruh besar terhadap orang lain.
Kemudian firman Allah SWT: yazidu fi al-khalq ma yasya’/ Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya, penambahan ini dapat mencakup sekian banyak hal dan aspek, baik jasmani maupun ruhani, ada yang ditambah kekuatan fisiknya, atau spiritual dan kecedasannya. Ada yang memiliki kelebihan dalam keindahan dan kecantikan, atau kepandaian bertutur dan kekuatan argumentasi dan lain-lain sebagainya. Termasuk mengisyaratkan juga akan adanya malaikat yang memiliki sayap lebih dari empat. Memang dalam riwayat Bukhari dan Muslim, Rasul SAW melukiskan malaikat Jibril memiliki lima ratus sayap. Az-Zuhri meriwayatkan bahwa malaikat Israfil memiliki dua belas ribu sayap.
Menurut Muhammad Abduh, pengetahuan tentang hakikat malaikat sepenuhnya diserahkan kepada Allah SWT. Kalaupun diinformasikan bahwa malaikat itu bersayap, kita harus mempercayai hal itu. Akan tetapi perlulah dipahami bahwa sayap malaikat tentu bukan seperti sayap burung yang berbulu, sebab jika sayap malaikat seperti sayap burung pastinya kita bisa melihatnya.
Kemudian firman Allah SWT: Al Malaikatu yadribuna wujuhahum…../ Para Malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka mereka…., isi dalam ayat ini menyatakan bahwa para malaikat dapat menyiksa dan memukul orang-orang kafir. Menurut mayoritas ulama tidaklah mungkin benda yang abstrak itu dapat memukul ataupun menyiksa.
Kembali kepada cara pandang penafsiran ayat tersebut. Secara kontekstual, ayat tersebut dapat diartikan sebagai peringatan untuk tetap menjaga alam. Malaikat disana dapat diartikan sebagai hukum-hukum alam. Dan kafir disana diartikan sebagai orang-orang yang tidak mematuhi aturan alam. Melakukan pengerusakan alam dan eksploitasi yang tidak bertanggung jawab. Maka yang akan terjadi adalah bencana alam sebagai imbalan dari perbuatan mereka.
Pendapat lain mengatakan bahwa Malaikat adalah tentara Allah SWT. Allah SWT menganugerahkan kepada mereka akal dan pemahaman, serta menciptakan bagi mereka naluri untuk taat, serta memberi mereka kemampuan untuk berbentuk dengan berbagai bentuk yang indah dan kemampuan untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang berat. Berdasarkan firman Allah SWT:
øŒÎ) ãAqà)s? šúüÏYÏB÷sßJù=Ï9 `s9r& öNä3uŠÏÿõ3tƒ br& öNä.£ÏJムNä3š/u ÏpsW»n=sWÎ/ 7#»s9#uä z`ÏiB Ïps3Í´¯»n=yJø9$# tûüÏ9u\ãB ÇÊËÍÈ  #n?t/ 4 bÎ) (#rçŽÉ9óÁs? (#qà)­Gs?ur Nä.qè?ù'tƒur `ÏiB öNÏdÍöqsù #x»yd öNä.÷ŠÏôJムNä3š/u Ïp|¡ôJsƒ¿2 7#»s9#uä z`ÏiB Ïps3Í´¯»n=yJø9$# tûüÏBÈhq|¡ãB ÇÊËÎÈ  
124. “(ingatlah), ketika kamu mengatakan kepada orang mukmin: “Apakah tidak cukup bagi kamu Allah membantu kamu dengan tiga ribu Malaikat yang diturunkan (dari langit)?” 125. Ya (cukup), jika kamu bersabar dan bersiap-siaga, dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu Malaikat yang memakai tanda.” (Ali-Imran: 124-125)
à7n=yJø9$#ur #n?tã $ygͬ!%y`ör& 4 ã@ÏJøtsur z¸ótã y7În/u öNßgs%öqsù 7Í´tBöqtƒ ×puŠÏZ»oÿsS ÇÊÐÈ  
“Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit, dan pada hari itu delapan orang Malaikat menjunjung 'Arsy Tuhanmu di atas (kepala) mereka.” (QS. Al-Haaqqah:17)
            Wujud Malaikat juga dapat dikatakan sebagai penyebab dorongan hati dalam diri manusia untuk melakukan kebajikan. Muhammad Rasyid ridha menjelaskan bahwa Malaikat dirasakan oleh mereka yang mengamati dirinya atau membanding-bandingkan pikiran atau kehendaknya yang mempunyai dua sisi yakni baik dan buruk, dirasakan oleh mereka bahwa dalam batinnya terjadi pertentangan seakan-akan apa yang terlintas dalam pikiran atau kehendaknya itu sedang diajukan ke suatu persidangan. Yang ini menerima atau menolak, yang ini berkata ’lakukan’ dan yang itu berkata ’jangan’. Demikian halnya sehingga pada akhirnya salah satu pihak memperoleh kemenangan. Hal seperti itu sering terjadi dalam setiap diri manusia. Kita tidak mengetahui hakikat hal tersebut tetapi tidak mustahil untuk mengetahuinya, itulah yang dinamai oleh Allah dengan malaikat atau dinamai (oleh-Nya) penyebab yang menimbulkan dorongan dalam hati untuk melakukan kebajikan. Dalam menafsirkan firman Allah:
ãA¨t\s? èps3Í´¯»n=yJø9$# ßyr9$#ur $pkŽÏù ÈbøŒÎ*Î/ NÍkÍh5u `ÏiB Èe@ä. 9öDr& ÇÍÈ   íO»n=y }Ïd 4Ó®Lym Æìn=ôÜtB ̍ôfxÿø9$# ÇÎÈ  
4. “Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Ruh (Malaikat Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan”, 5. “Malam itu (penuh) Kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS Al-Qadr: 4-5)
                Kalau menggunakan pendapat ini maka akan semakin jelas arti turunnya malaikat, yakni seseorang yang mendapatkan Lailat al-Qadar dan akan semakin kuat dorongan dalam jiwanya untuk melakukan kebajikan-kebajikan pada sisi hidupnya sehingga ia merasakan kedamaian abadi.
Kata salam diartikan sebagai kebebasan dari segala macam kekurangan, apapun bentuk kekurangan tersebut baik lahir maupun bathin, sehingga seseorang yang sibuk dalam salam akan terbebaskan dari penyakit, kemiskinan, kebodohan, dan segala sesuatu yang termasuk dalam pengertian kekurangan lahir dan bathin.
Al Quran menuturkan bahwa malaikat itu bermacam-macam, yang masing-masing mepunyai tugas dan pekerjaan sendiri-sendiri. Ilham kebaikan dan bisikan kejahatan merupakan hal-hal yang pernah dijelaskan oleh Rasulullah. Keduanya dapat disandarkan pada makhluk yang berdimensi metafisik yakni malaikat dan setan. Ide-ide kebaikan yang disebut dengan ilham identik dengan malaikat dan ide-ide kejahatan yang identik dengan bisikan setan, masing-masing berpusat pada ruh. Dengan demikian, malaikat dan setan merupakan ruh-ruh yang berhubungan dengan ruh manusia. Maka dari itu, tidaklah tepat jika malaikat digambarkan secara fisik. Sebab, kalau pun ia mengadakan kontak dengan ruh manusia tentulah jasad kontak itu terjadi melalui jasad/tubuh, sementara manusia sendiri tidak merasakan sedikitpun adanya kontak itu, baik ketika timbul bisikan maupun ketika timbulnya dorongan dari lubuk hati untuk berbuat kebaikan. Maka dari itu, malaikat pasti berasal dari alam non-fisik. Bagi setiap Muslim wajib mengimani ayat yang berbicara tentang malaikat atau memandang kemungkinan ayat itu sekedar berbicara tentang tamtsil, kemudian ia mengambil pelajaran darinya.
C. Penyebutan lain Malaikat dalam Al Quran
            Di dalam Al Quran terdapat berbagai penyebutan yang dimaknai sebagai Malaikat. Diantaranya adalah:
a. Rusul
ôs)s9ur ôNuä!%y` !$uZè=ßâ tLìÏdºtö/Î) 2uŽô³ç6ø9$$Î/ (#qä9$s% $VJ»n=y ( tA$s% ÖN»n=y ( $yJsù y]Î7s9 br& uä!%y` @@ôfÏèÎ/ 7ŠÏYym ÇÏÒÈ  
“Dan Sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada lbrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan: “Selamat.” Ibrahim menjawab: “Selamatlah,” Maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang.”(QS. Huud: 69)
            Malaikat dalam kisah nabi Ibrahim diceritakan sebagai utusan Allah SWT yang membawa kabar gembira.
b. ‘ibaad
(#qä9$s%ur xsƒªB$# ß`»oH÷q§9$# #V$s!ur 3 ¼çmoY»ysö7ß 4 ö@t/ ׊$t6Ïã šcqãBtõ3B ÇËÏÈ  
“Dan mereka berkata: "Tuhan yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak", Maha suci Allah. sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan” (QS. Al-Anbiya: 26)
Ayat ini diturunkan untuk membantah tuduhan-tuduhan orang-orang musyrik yang mengatakan bahwa malaikat-malaikat itu anak Allah. Malaikat adalah termasuk dari hamba Allah SWT yang dimuliakan.
c. Ruuh
ôNxsƒªB$$sù `ÏB öNÎgÏRrߊ $\/$pgÉo !$oYù=yör'sù $ygøŠs9Î) $oYymrâ Ÿ@¨VyJtFsù $ygs9 #ZŽ|³o0 $wƒÈqy ÇÊÐÈ  
“Maka ia Mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami (Jibril) kepadanya, Maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna.” (QS. Maryam: 17)
            Para mufassir berpendapat bahwa Malaikat dalam kisah Maryam ini dimaksudkan kepada Malaikat Jibril yang diutus Allah SWT untuk menyampaikan bahwa Allah SWT akan memberikan kepadanya seorang anak.
d. Ruhul Qudus
ö@è% ¼çms9¨tR ßyrâ Ĩßà)ø9$# `ÏB šÎi/¢ Èd,ptø:$$Î/ |MÎm7s[ãÏ9 šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Yèdur 2tô±ç0ur tûüÏJÎ=ó¡ßJù=Ï9 ÇÊÉËÈ  
“Katakanlah: “Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Quran itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. (QS. An-Nahl: 102)
            Ruhul Qudus adalah Malaikat Jibril yang ditugaskan sebagai penyampai Al-Haqq (firman Allah).
e. Malakul Maut
* ö@è% Nä39©ùuqtGtƒ à7n=¨B ÏNöqyJø9$# Ï%©!$# Ÿ@Ïj.ãr öNä3Î/ ¢OèO 4n<Î) öNä3În/u šcqãèy_öè? ÇÊÊÈ  
“Katakanlah: “Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikanmu, kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan.” (QS. As-Sajdah: 11)
            Malakul maut ditafsirkan sebagai utusan Allah yang diserahi tugas untuk mencabut nyawa manusia.
f. Raqib ‘atid
øŒÎ) ¤+n=tGtƒ Èb$uÉe)n=tGßJø9$# Ç`tã ÈûüÏJuø9$# Ç`tãur ÉA$uKÏe±9$# ÓÏès% ÇÊÐÈ   $¨B àáÏÿù=tƒ `ÏB @Aöqs% žwÎ) Ïm÷ƒys9 ë=Ï%u ÓŠÏGtã ÇÊÑÈ  
17. “(yaitu) Ketika dua orang Malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. 18. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat Pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf: 17-18)
            Raqib ‘atid dimaksudkan sebagai malaikat pencatat pebuatan dan ucapan yang keluar dari mulut seseorang.
g. Hafadzah
uqèdur ãÏd$s)ø9$# s-öqsù ¾ÍnÏŠ$t6Ïã ( ã@Åöãƒur öNä3øn=tæ ºpsàxÿym #Ó¨Lym #sŒÎ) uä!%y` ãNä.ytnr& ÝVöqyJø9$# çm÷F©ùuqs? $uZè=ßâ öNèdur Ÿw tbqèÛÌhxÿムÇÏÊÈ  
“Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat- Malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya.” (Al-An’am: 61)
            Malaikat adalah hafadzah yakni sebagai penjaga.
h.Kiraman Katibin
¨bÎ)ur öNä3øn=tæ tûüÏàÏÿ»ptm: ÇÊÉÈ   $YB#tÏ. tûüÎ6ÏF»x. ÇÊÊÈ   tbqçHs>ôètƒ $tB tbqè=yèøÿs? ÇÊËÈ  
10. “Padahal Sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), 11. Yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), 12. Mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Infithar: 10-12)
            Kiraman katibin adalah makhluk yang mulia di sisi Allah SWT yang mencatat semua hal yang dikerjakan seseorang.
i. Khazanah
t,Åur šúïÏ%©!$# (#öqs)¨?$# öNåk®5u n<Î) Ïp¨Zyfø9$# #·tBã ( #Ó¨Lym #sŒÎ) $ydrâä!%y` ôMysÏGèùur $ygç/ºuqö/r& tA$s%ur óOçlm; $pkçJtRtyz íN»n=y öNà6øn=tæ óOçFö7ÏÛ $ydqè=äz÷Š$$sù tûïÏ$Î#»yz ÇÐÌÈ  
“Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan dibawa ke dalam syurga berombong-rombongan (pula). sehingga apabila mereka sampai ke syurga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: “Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu. Berbahagialah kamu! Maka masukilah syurga ini, sedang kamu kekal di dalamnya”.(QS. Az-Zumar: 73)
                Ayat-ayat diatas merupakan ayat-ayat yang didalamnya terdapat kata-kata yang ditafsirkan mayoritas mufassir sebagai penyebutan lain dari malaikat.
D. Iman kepada Malaikat
            Keberadaan malaikat diperkuat dengan dalil Al Qur’an, sunnah dan ijma, maka iman kepada malaikat hukumnya wajib.  Berikut ini dalil Al Qur’an dan Hadits bertalian dengan iman kepada malaikat.
z`tB#uä ãAqߧ9$# !$yJÎ/ tAÌRé& Ïmøs9Î) `ÏB ¾ÏmÎn/§ tbqãZÏB÷sßJø9$#ur 4 <@ä. z`tB#uä «!$$Î/ ¾ÏmÏFs3Í´¯»n=tBur ¾ÏmÎ7çFä.ur ¾Ï&Î#ßâur Ÿw ä-ÌhxÿçR šú÷üt/ 7ymr& `ÏiB ¾Ï&Î#ß 4 (#qä9$s%ur $uZ÷èÏJy $oY÷èsÛr&ur ( y7tR#tøÿäî $oY­/u šøs9Î)ur 玍ÅÁyJø9$# ÇËÑÎÈ  
“Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan Kami taat.” (mereka berdoa): “Ampunilah Kami Ya Tuhan Kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.”(QS. Al-Baqarah: 285)
Sedangkan di antara hadits yang paling populer berkaitan dengan iman kepada malaikat adalah Hadits mengenai Jibril yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Umar bin Khattab ra:
“Ketika kami sedang duduk di sisi Rasulullah tiba-tiba muncul seorang laki-laki dengan mengenakan pakaian yang sangat putih dan rambut yang sangat hitam, lalu menyandarkan kedua lututnya pada kedua lutut Rasulullah dan meletakkan kedua telapak tangannya di atas paha Rasul, dan ia berkata, ‘Wahai Muhamad, beritahu saya tentang Islam.” Kemudian bertanya lagi tentang iman, ihsan, dan hari kiamat. Kemudian meninggalkan tempat itu. Lalu Rasulullah saw. bertanya kepada Umar, “Wahai Umar, apakah kamu tahu siapa yang bertanya tadi?” Umar menjawab, “Allah dan RasulNya lebih tahu.” Kemudian Rasulullah saw. menjelaskan, “Dia adalah Malaikat Jibril yang telah datang kepadamu mengajarkan kami tentang agamamu.”
Dapat disimpulkan bahwa iman kepada malaikat adalah salah satu rukun akidah Islam. Tidak akan diterima iman seorang muslim, tanpa mengimani rukun ini. Syekh Muhammad Abduh yang tergolong rasional mengatakan, “Bahwa iman kepada malaikat adalah pokok iman kepada wahyu. Karena, malaikat penyampai wahyu adalah roh yang berakal yang memiliki ilmu yang luas dengan izin Allah. Malaikat menyampaikan wahyu kepada roh Nabi sebagai pokok agama. Karenanya, penyebutan iman kepada malaikat didahulukan atas penyebutan iman kepada kitab dan para nabi. Sebab, merekalah yang datang kepada para nabi membawa kitab. Jadi, mengingkari keberadaan malaikat berarti mengingkari wahyu, kenabian, dan ruh. Dan itu berarti mengingkari hari akhir. Orang yang mengingkari hari akhir tujuan utama hidupnya hanyalah untuk kenikmatan dunia, syahwat, dan segala tuntutannya. Hal ini adalah sumber kesengsaraan di dunia sebelum di akhirat.”
Penutup
A. Kesimpulan
            Secara tekstual Malaikat diartikan sebagai makhluk gaib yang diciptakan Allah SWT dari cahaya, mereka taat dan patuh terhadap apa yang diperintahkan Allah SWT dan selalu mengerjakan perintah tersebut. Sedangkan secara kontekstual, lebih memandang Malaikat sebagai kekuatan spiritual yang terdapat dalam diri seseorang yang menuntun kepada kebaikan dan berpengaruh besar terhadap orang lain. Artinya disini pemahaman tekstual maupun kontekstual tetap mengungkapkan bahwa malaikat itu ada dan tetap mengimani keberadaan malaikat walaupun dengan sudut pandang yang berbeda.
            Dari masing-masing pemahaman pastilah terdapat kelebihan dan kekurangan. Pemahaman tekstual tentang hakikat malaikat dapat menyadarkan kita bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling mulia di banding makhluk lainnya termasuk para malaikat, namun ibadah dan kesyukuran yang ditampilkan manusia tidak sebanding dengan ibadah dan kesyukuran yang ditunjukan oleh para malaikat. Dengan begitu maka manusia akan sadar akan kelemahan dan kedurhakaanya terhadap Allah SWT. Manusia akan senantiasa merasa diawasi oleh Allah SWT, sehingga tidak akan sewenang-wenang berbuat sesuatu yang tidak sesuai dengan tuntunan ajaran agama.
            Pemahaman kontekstual mengenai ayat-ayat tentang malaikat dapat membantu pemecahan permasalahan hidup manusia. Membuat manusia senantiasa berusaha mengadakan hubungan dengan “malaikat” dengan jalan mensucikan jiwa dan meningkatkan ibadah kepada Allah SWT.
            Dengan mengetahui dan memahami argumen dari dua cara penafsiran Al Quran ini kita dapat mengambil hakikat malaikat yang positif dan berguna bagi kehidupan kita. Jangan sampai menjadikan perbedaan sudut pandang sebagai pemicu ketidakharmonisan dalam kehidupan sosial kita.
B. Saran
            Penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan kurangnya referensi mengenai tafsir kontekstual. Sehingga masih berat sebelah dalam memahami ayat-ayat khususnya yang secara kontekstual. Penulis berharap kritik yang membangun agar penulisan makalah yang selanjutnya dapat mendekati sempurna dan sesuai dengan tujuan penulisan makalah ini yakni menyelaraskan tafsir tekstual dan tafsir kontekstual dalam memaknai hakikat malaikat dalam perspektif Al Quran sebagai penuntun dalam mengatasi berbagai persoalan yang selalu datang silih berganti dalam kehidupan kita.
Daftar Pustaka
Al-Jazair, Syaikh Thahir bin Shalih. Al-Jawahir al-Kalamiyyah. Surabaya: Al-Hidayah.
Muhammad Fuad Abdul Baqi, Mu’jam Al Mufahras, Darul Hadist Al Qahirah.
Nawawi, Rif’at Syauqi. Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh: Kajian Masalah Akidah dan Ibadah. Jakarta: Paramadina.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Mishbah
www.atmoon.multiply.com diakses pada tanggal 18 desember 2011
www.envirobot.multiply.com diakses pada tanggal 18 desember 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar